Tangis
Fahia Raihana (14 bulan) pecah manakala detak nafasnya sesak. Beberapa
saat kemudian, tubuhnya mulai membiru mulai dari jari tangan dan
kakinya. Maklum, bayi perempuan mungil anak pasangan Siti Aisiyah (27)
dan Slamet Hariono (31) warga Desa Siman, Kecamatan Kepung, Kediri
didiagnosis mengalami kelainan jantung langka. Bila manusia normal letak
jantung berada di sisi kiri, pada bayi ini letak jantungnya di sisi
kanan. Akibatnya, beberapa organ tubuhnya pun tak dapat bekerja optimal.
Ironisnya,
kelainan jantung ini baru diketahui orang tuanya sejak sang bayi
berusia 4 bulan. Hal ini karena terbatasnya kemampuan ekonomi.
"Selama
ini ya ke bidan desa, dan katanya hanya sesak-sesak biasa. Setelah
semakin besar, kami coba ke rumah sakit, dan tak tahunya ternyata
penyakit anak saya berbahaya," kata ibunya, Siti Aisiyah kepada detiksurabaya.com
saat menunggu anaknya dalam perawatan tim dokter RSUD Pelem Pare, Kamis
(17/7/2008). Dia menjelaskan, beberapa ciri kelainan jantung anaknya
dapat diketahui bila bayi melakukan aktivitas berlebih, termasuk
menangis. Bila menangis, sekujur tubuhnya akan membiru, nafasnya sesak
dan detak jantung berdetak cepat. "Pertama kali pasti di jari-jari
tangan dan kaki membiru. Kalau nangisnya terusan, ya menyebar ke sekujur
tubuh," ujar wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga. Saat ini, kata
dia, dirinya kebingungan mencari dana pengobatan anaknya. Padahal
dokter menyebutkan, anaknya kemungkinan dapat disembuhkan melalui
tranplantasi jantung. "Suami saya hanya buruh pabrik kecil, dan
terkadang nyambi manjing lainnya. Pendapatannya tak menentu," katanya
dengan mata berkaca-kaca.
Sementara
dari diagnosis dokter menunjukkan, pasien mengalami kelainan tata letak
jantung. Hal ini diketahui setelah dokter melakukan rontgen pada bayi.
"Jelas
terlihat, jantung bayi ini ada di sebelah kanan dan tidak berada pada
posisi semestinya," kata dokter anak RSUD Pelem Pare, dr Suryatmono SpA.
Dijelaskan
oleh dia, akibat kelainan tata letak jantung terjadi kebocoran pada
bilik kanan dan kiri jantung sang bayi. Hal ini yang menyebabkan
kondisinya sering membiru bila melakukan aktivitas berlebih.
"Makin
beraktivitas yang bisa memacu detak jantung, maka aliran darah semakin
deras. Dan hal itu akan tampak membiru di beberapa bagian tubuhnya,"
jelasnya. Rupanya, penderitaan pasien tak berhenti sampai kelainan letak
jantung. Dia menambahkan, pada jantungnya terdapat komplikasi bawaan
dextrocardia yaitu Ventrical Septal Defeck (VSD) tampak pada terdapatnya
lubang pada bilik kanan dan kiri dan Antrial Septal Defeck (ASD) yakni
adanya lubang di serambi kanan dan kiri jantung sang bayi.
"Kelainan
bawaan ini juga mengakibatkannya mengalami gangguan dalam organ pompa
darah," imbuhnya. Pihaknya, jelas Suryatmono, hanya membuat langkah
yakni tekanan darah balik ke jantung akan diperkecil. Sehingga
jantungnya tidak akan bekerja dengan beban yang berat.
"Operasi
pun hanya bisa menyembuhkannya dari kelainan bawaan, sedangkan letak
jantung tidak mungkin dapat dipindahkan," ujarnya. Sementara kasus
kelainan tata letak jantung di Indonesia, terakhir kali ditemukan pada
bayi kembar siam Anggie dan Anjeli, tahun 2005 silam. Pada kasus
tersebut, dokter juga gagal memberikan pertolongan pada sang bayi.
pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, dunia juga mengalami perkembangannya di berbagai bidang. Salah satunya adalah kemajuan di bidang kesehatan yaitu teknik transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu yang lain. Sampai sekarang penelitian tentang transplantasi organ masih terus dilakukan.
Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang transplantasi maju dengan pesat. Permintaan untuk transplantasi organ terus mengalami peningkatan melebihi ketersediaan donor yang ada. Sebagai
contoh di Cina, pada tahun 1999 tercatat hanya 24 transplantasi hati,
namun tahun 2000 jumlahnya mencapai 78 angka. Sedangkan tahun 2003
angkanya bertambah 356. Jumlah tersebut semakin meningkat pada tahun
2004 yaitu 507 kali transplantasi. Tidak hanya hati, jumlah
transplantasi keseluruhan organ di China memang meningkat drastis.
Setidaknya telah terjadi 3 kali lipat melebihi Amerika Serikat.
Ketidakseimbangan antara jumlah pemberi organ dengan penerima organ
hampir terjadi di seluruh dunia.
Sedangkan transplantasi organ yang lazim dikerjakan di Indonesia adalah pemindahan suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima.
Saat ini di Indonesia, transplantasi organ ataupun jaringan diatur dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Sedangkan peraturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Hal ini tentu saja menimbulkan suatu pertanyaan tentang relevansi antara Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang dimana Peraturan Pemerintah diterbitkan jauh sebelum Undang-Undang. (Binchoutan,2008)
Penulis mengambil tema makalah Transplantasi organ dikarenakan maraknya
kasus transplantasi di Indonesia serta masih adanya pro dan kontra di
kalangan masyarakat maupun dunia kesehaan tentang etis dan tidaknya
praktek transplantasi organ.
B. Pokok Permasalahan
1. Apa pengertian Transplantasi Organ
2. Apa saja klasifikasi Transplantasi Organ
3. Apa penyebab Transplantasi Organ
4. Bagaimana pandangan agama mengenai transplantasi organ
5. Bagaimana aturan transplantasi Organ dari Segi Hukum
6. Bagaimana Transplantasi Organ dari dilihat dari Segi Etika Keperawatan
7. Bagaimana Transplantasi Organ dilihat dari Segi Norma Masyarakat
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui praktek transplantasi organ di dunia pada
umumnya dan praktek transplantasi organ di Indonesia pada khususnya dilihat dari sudut dilema etik.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian transplantasi organ
2. Mengetahui Klasifikasi transplantasi organ
3. Mengetahui penyebab transplantasi organ
4. Mengetahui transplantasi organ dari segi agama
5. Mengetahui transplantasi organ dari segi hukum
6. Mengetahui transplantasi organ dari segi etika keperawatan
7. Mengetahui transplantasi organ dari segi norma masyarakat
D. Manfaat
1. Bagi penulis :
1. Makalah ini disusun sebagai syarat mengikuti Ujian Tengah Semester
2. Sebagai sarana memperluas wawasan mengenai transplantasi organ
2. Bagi Pembaca :
Sebagai sarana mengetahui apa itu transplantasi organ
BAB II
KONSEP
A. Definisi Transplantasi Organ
Donor
organ atau lebih sering disebut transplantasi adalah pemindahan suatu
jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain
pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu. Syarat tersebut melipui kecocokan organ dari donor dan
resipen.
Donor
organ adalah pemindahan organ tubuh manusia yang masih memiliki daya
hidup dan sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan
tidak berfungsi dengan baik apabila diobati dengan teknik dan cara
biasa, bahkan harapan hidup penderitan hampir tidak ada lagi. Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri. Organ
tubuh yang ditansplantasikan biasa adalah organ vital seperti ginjal,
jantung, dan mata. namun dalma perkembangannya organ-organ tubuh lainnya
pun dapat ditransplantasikan untuk membantu ornag yang sangat
memerlukannya.
Menurut
pasal 1 ayat 5 Undang-undang kesehatan,transplantasi organ adalah
rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh
manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam
rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh.
Pengertian lain mengenai transplantasi organ adalah berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, transplantasi adalah tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
Jika dilihat dari fungsi dan manfaatnya transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai ‘life saving’. Live saving maksudnya
adalah dengan dilakukannya transplantasi diharapkan bisa memperpanjang
jangka waktu seseorang untuk bertahan dari penyakit yang dideritanya.
B. Klasifikasi Transplantasi Organ
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1. Autotransplantasi: pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
2. Homotransplantasi : pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3. Heterotransplantasi : pemindahan organ atau jaringan dari satu spesies ke spesies lain.
4. Autograft
Transplantasi
jaringan untuk orang yang sama. Kadang-kadang hal ini dilakukan dengan
jaringan surplus, atau jaringan yang dapat memperbarui, atau jaringan
lebih sangat dibutuhkan di tempat lain (contoh termasuk kulit grafts , ekstraksi vena untuk CABG
, dll) Kadang-kadang autograft dilakukan untuk mengangkat jaringan dan
kemudian mengobatinya atau orang, sebelum mengembalikannya (contoh
termasuk batang autograft sel dan penyimpanan darah sebelum operasi ).
5. Allograft
Allograft adalah suatu transplantasi organ atau jaringan antara dua non-identik anggota genetis yang sama spesies
. Sebagian besar jaringan manusia dan organ transplantasi yang
allografts. Karena perbedaan genetik antara organ dan penerima, penerima
sistem kekebalan tubuh akan mengidentifikasi organ sebagai benda asing dan berusaha untuk menghancurkannya, menyebabkan penolakan transplantasi .
6. Isograft
Sebuah
subset dari allografts di mana organ atau jaringan yang
ditransplantasikan dari donor ke penerima yang identik secara genetis
(seperti kembar identik
). Isografts dibedakan dari jenis lain transplantasi karena sementara
mereka secara anatomi identik dengan allografts, mereka tidak memicu respon kekebalan.
7. xenograft dan xenotransplantation
Transplantasi
organ atau jaringan dari satu spesies yang lain. Sebuah contoh adalah
transplantasi katup jantung babi, yang cukup umum dan sukses. Contoh
lain adalah mencoba-primata (ikan primata non manusia)-transplantasi
Piscine dari pulau kecil (yaitu pankreas pulau jaringan atau) jaringan.
8. Transplantasi Split
Kadang-kadang
organ almarhum-donor, biasanya hati, dapat dibagi antara dua penerima,
terutama orang dewasa dan seorang anak. Ini bukan biasanya sebuah
pilihan yang diinginkan karena transplantasi organ secara keseluruhan
lebih berhasil.
9. Transplantasi Domino
Operasi ini biasanya dilakukan pada pasien dengan fibrosis kistik
karena kedua paru-paru perlu diganti dan itu adalah operasi lebih mudah
secara teknis untuk menggantikan jantung dan paru-paru pada waktu yang
sama. Sebagai jantung asli penerima biasanya sehat, dapat dipindahkan ke
orang lain yang membutuhkan transplantasi jantung. (parsudi,2007).
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :
a. Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ yang berpasangan misalnya ginjal.
b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas.
C. Penyebab Transplantasi Organ
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1. Eksplantasi : usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hiudp atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi : usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu :
1.
Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang
hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan
psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atau organ. (anonim,2006)
2.
Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima
jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau
menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti
yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Organ
atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang
hidup atau dari jenazah orang baru meninggal dimana meninggal sendiri
didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor
hidup seperti : kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (tranfusi darah).
Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah : jantung, hati, ginjal,
kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak.
D. Transplantasi Organ dari Segi Agama
1. Transplantasi Organ dari Segi Agama Islam
Didalam
syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan
donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum
tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam
syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah
organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang
disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal
yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan
jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan,
berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an :
1) surat Al – Baqorah ayat 195
” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”
2) An – Nisa ayat 29
” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
3) Al – Maidah ayat 2
” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. “
b. Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal
Sebelum
kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus
mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut.
Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan
setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya
setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau
menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika
terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan
terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka
persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat
yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ
atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang
ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup
manusia lainnya.
4.
Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan
secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ
tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu
lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan
dengan seizin hakim.
Seorang
dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan salah satu
organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk ditransplantasikan
kepada orang lain yang membutuhkannya.Adapun hukum kehormatan mayat dan
penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat
mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang
hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan
mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah
menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan
menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA
bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan
memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu
Hibban).
Imam
Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia
berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah
kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni
kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat
mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar
kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan
dan menganiaya orang hidup.
2. Transplantasi Organ dari Segi Agama Kristen
Di
alkitab tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh, selama
niatnya tulus dan tujuannya kebaikan itu boleh-boleh saja terutama untuk
membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (nyawa orang yang membutuhkan
donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan imbalan berupa
materi, uang untuk si pendonor organ. Akan lebih baik lagi bila si
pendonor sudah mati dari pada saat si pendonor belum mati karena saat
kita masih hidup organ tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat
kita sudah mati kita tidak membutuhkan organ tubuh jasmani kita.
3. Transplantasi Organ dari Segi Agama Katolik
Gereja
menganjurkan kita untuk mendonorkan organ tubuh sekalipun jantung kita,
asal saja sewaktu menjadi donor kita sudah benar-benar mati artinya
bukan mati secara medis yaitu otak kita yang mati, seperti koma,
vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu kalau kita dalam
keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup orang lain
dengan menjadi donor.
Kesimpulannya
bila donor tidak menuntut kita harus mati, seperti donor darah,
sum-sum, ginjal, kulit, mata, rambut, lengan, jari, kaki atau urat nadi,
tulang maka kita dianjurkan untuk melakukannya. Sedangkan menjadi donor
mati seperti jantung atau bagian tubuh lainnya dimana donor tidak bisa
hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita sebagai umat Katolik wajib
untuk dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat, kematian klinis atau medis
bukan mati sepenuhnya, jadi kita harus menunggu sampai si donor
benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti tidak ada
halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ.
4. Transplantasi Organ dari Segi Agama Budha
Dalam
pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan yang baru.
Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada
kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam
kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah
mendanakan anggota tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali dengan
organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor kornea mata
misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan,
karena donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang
berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan
mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam
kehidupan saat ini.
5. Transplantasi Organ dari Segi Agama Hindu
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna)
kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat
menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia
dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal.
Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu
pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud
mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis
dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi”
Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka
pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang
baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna.
Ajaran Hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya unutk
melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengirbanan
tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan
sesama umat manusia. Demikian pandangan agama hindu terhadap
transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran
Panca Yajna terutama Manusa Yajna.
E. Transplantasi Organ dari Segi Hukum
Dasar hukum dilaksanakannya transplantasi organ sebagai suatu terapi adalah Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan pengobatan dan perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan :
Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
diselenggarakan
untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan
fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat.
asal 32 ayat (2) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan.
Pasal 32 ayat (3) berbunyi: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan untuk prosedur pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia.
Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pelaksanaan transplantasi diatur dalam Pasal 34 yang berbunyi:
Pasal 34 Ayat (1): Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
Pasal 34 Ayat (2): Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya.
Pasal 34 Ayat (3): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
transplantasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1981,
tentang bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi
Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok-pokok peraturan tersebut adalah :
1. Pasal 1
c.
Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang
dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal
(fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
e.
Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan
atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam
rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan jaringan tubuh yang tidak
berfungsi dengan baik.
f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
g.
Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli
kedokteran yag berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut
jantung seseorang telah berhenti.
2. Pasal 10
Transplantasi
alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b,
yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan keluarga yang
terdekat setelah penderita meninggal dunia.
3. Pasal 11
a. Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh mentri kesehatan.
b. Transplantasi
alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
4. Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkut paut medic dengan dokter yang melakukan transplantasi.
5. Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan dua orang saksi.
6. Pasal 14
Pengambilan
alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau
bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan
pernyataan tertulis keluarga terdekat.
7. Pasal 15
Sebelum
persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia
diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih
dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter
konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan yang
dapat terjadi . dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon
donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari
pemberitahuan tersebut.
8. Pasal 16
Donor
atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu
kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
9. Pasal 17
Dilarang memperjual-belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
10. Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negri
F. Transplantasi Organ dari Segi Etika Keperawatan
Jika
ditinjau dari segi etika keperawatan, transplantasi organ akan menjadi
suatu hal yang salah jika dilakukan secara illegal. Hal ini menilik pada
kode etik keperawatan, Pokok etik 4 pasal 2 yang mengatur tentang
hubungan perawat dengan teman sejawat. Pokok etik tersebut berbunyi “
Perawat bertindak melindungi klien dan tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal ”.
Seorang perawat dalam meeeenjalankan profesinya juga diwajibkan untuk
tetap mengingat tentang prinsip-prinsip etik, antara lain :
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip
otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya. Jika dikaitkan dengan kasus transplantasi organ maka hal yang
menjadi pertimbangan adalah seseoranhg melakukan transplantasi tersebut
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan tentu saja pasien diyakinkan
bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang telah
dipertimbangkan secara matang.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience
berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,
dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip
keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip
ini berarti dalam pelaksanaan transplantasi organ, harus diupayakan
semaksimal mungkin bahwa praktek yang dilaksanakan tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity
berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan
untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan
mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun
demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk
kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk
pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best”
sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan
informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam
membangun hubungan saling percaya.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity
dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung
jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Dari
prinsip-prinsip diatas berarti harus diperhatikan benar bahwa dalam
memutuskan untuk melakukan transplantasi organ harus disertai
pertimbangan yang matang dan tidak ada paksaan dari pihak manapun, adil
bagi pihak pendonor maupun resipien, tidak meruguikan pihak manapun
serta berorientasi pada kemanusiaan.
Selain
itu dalam praktek transplantasi organ juga tidak boleh melanggar
nilai-nilai dalam praktek perawat professional. Sebagai contoh nilai
tersebut adalah, keyakinan bahwa setiap individu adalah mulia dan
berharga. Jika seorang perawat menjunjung tinggi nilai tersebut dalam
prakteknya, niscaya seorang perawat tidak akan begitu mudah membantu
melaksanakan praktek transplantasi organ hanya dengan motivasi
komersiil.
G. Transplantasi Organ dari Segi Norma Masyarakat
Beberapa
pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah donor hidup,
jenazah dan donor mati, keluarga dan ahli waris, resipien, dokter dan
pelaksana lain, dan masyarakat. Hubungan pihak-pihak itu dengan masalah
etik dan moral dalam transplatasi adalah :
1. Donor Hidup
Adalah
orang memberikan jaringan atau organnya kepada orang lain (resipien).
Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan
mengerti resiko yang dihadapi, baik di bidang medis, pembedaan maupun
resiko untuk pembedahannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau
organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor,
seseorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan
emosi harus sudah difikirkan olehdonor hidup tersebut untuk mencegah
timbulnya masalah.
2. Jenazah dan Donor Mati
Adalah
orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan
sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada
yang memerlukan apabila ia telah meninggal. Kapan seorang donor itu
dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal
donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor
atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya
mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan
ditransplantasikan.
3. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan
keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin ataupun tekanan
psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resipien sebenarnya
hanya dituntut suatu pengargaan kepada donor dan keluarganya dengan
tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah
timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
4. Resipien
Adalah
orang yang menerima jaringan atau organ orang lain. Pada dasarnya,
seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat
memperpanjang hidup atau meringankan penderitanya. Seorang resipien
harus benar-benar mengerti semua hal yang dijelaskan olah tim pelaksana
transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat
memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resipien. Akan tetapi, is
harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada keungkinan
gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi
berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang
banyak di masa yang akan datang.
5. Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk
melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat persetujuan
dari donor, resipien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib
menerangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan
transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari
dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien
dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian,
dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh
pertimbangan-pertimbangan kepentingan pribadi.
6. Masyarakat
Secara
tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi.
Kerjasama tim pelaksana dengan para cendekiawan, pemuka masyarakat, atau
pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih memahami
maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian
ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlukan, atas tujuan
luhur akan terpenuhi.
analisis
seorang bayi bernama Fahia Raihana mengalami kelainan
tata letak jantung. Jantung manusia yang biasanya berada di sebelah
kiri, kali ini berada di sebelah kanan. Akibatnya organ tubuh yang lain
juga tidak berfungsi optimal. Selain itu akibat kelainan tata letak
jantung terjadi kebocoran pada bilik kanan dan kiri jantung sang bayi.
Hal ini yang menyebabkan kondisinya sering membiru bila melakukan
aktivitas berlebih. Dokter yang dirujuk oleh puskesmas yang merawat
Raihana, manganjurkan Raihana melakukan transplantasi organ. Kelainan
bawaan yang dialami Raihana mengakibatkannya mengalami gangguan dalam
organ pompa darah. Karena kondisi orang tua Raihana yang tidak mampu,
akhirnya tindakan yang dilakukan terhadap Raihana hanya memperkecil
tekanan darah balik ke jantung. Sehingga jantungnya tidak akan bekerja
dengan beban yang berat. Operasi pun hanya bisa menyembuhkannya dari
kelainan bawaan, sedangkan letak jantung tidak mungkin dapat
dipindahkan.
Dijelaskan dalam UU. No 23 tahun 1992, pasal 34 ayat 2. Yang berbunyi “pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya”. Pada kasus pertama dan kedua, diungkapkan sumber organ bisa berasal dari anak-anak korban penculikan. Hal ini tentu saja tidak boleh dilakukan. Anak-anak korban penculikan tentu saja tidak akan tahu apa yang dilakukan terhadap tubuh mereka. Apalagi jika pengambilan organ anak-anak yang diculik dilakukan oleh orang yang tidak professional. Hal ini juga melanggar pasal 34 Ayat (1) berbunyi “Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu”. Pada kategori kedua, transplantasi dilakukan untuk pencegahan komplikasi penyakit yang lebih berbahaya. Jika dilihat dari Pasal 15 Undang-undang N0. 18 tahun 1981 yang berbunyi “Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan yang dapat terjadi . dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut”, maka kategori kedua tidak melanggar hukum. Karena dokter yang merawat pasien-pasien tersebut telah menjelaskan prosedur dan resiko-resiko yang terjadi. Dokter juga telah memberikan alternative pengobatan, tindakan selanjutnya kembali kepada keputusan pasien. Jadi jika pada dasarnya, transplantasi organ menurut hukum, boleh dilakukan dengan ketentuan, transplantasi dilakukan dengan persetujuan pendonor dan resipien serta pendonor maupun resipien paham betul bagaimana transplantasi akan dilakukan serta resiko apa saja yang akan terjadi.
Agama memandang transplantasi organ berdasar motivasi yang mendasari dan darimana organ diperoleh. Agama Islam memperbolehkan transplantasi organ jika donor organ berasal dari orang yang masih hidup serta bukan organ tunggal yang dapat menimbulkan kematian bagi pendonor. Hal tersebut tertulis di Al-Qur’an dalam beberapa surat : yang pertama surat Al-Baqoroh ayat 195 yang artinya “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan’, surat yang kedua adalah AnNisa ayat 29, yang artinya “dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri”. Jika donor berasal dari organ seseorang yang sudah meninggal, hal tersebut juga dilarang. Dalam sebuah hadist Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !” Hadits tersebut secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup. Pada kasus ketiga transplantasi dilakukan dengan sumber organ dari seorang korban kecelakaan. Tentu saja hal tersebut melanggar hukum agama Islam. Dalam agama kristen tidak dijelaskan secara signifikan mengenai aturan transplantasi organ, tetapi menyatakan transplantasi organ boleh dilakukan dengan motivasi kemanusiaan, bukan karena uang semata. Dalam agama hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya unutk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbanan tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Dapat dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna.
Dalam agama budha dijelaskan donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang berdonor kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini. donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini. Jika ditarik kesimpuan, maka kategori pertama jelas dilarang karena dilakukan atas dasar komersiil bukan karena kemanusiaan. Untuk kasus kategori kedua, boleh dilakukan karena dilakukan untuk penyembuhan dan didasari kemanusiaan. Tetapi pada kasus ketiga, organ diperoleh dari orang yang telah meninggal, oleh karena itu, dilarang menrut agama Islam.
Jika
ditinjau dari segi etika keperawatan, transplantasi organ akan menjadi
suatu hal yang salah jika dilakukan secara illegal. Hal ini menilik pada
kode etik keperawatan, Pokok etik 4 pasal 2 yang mengatur tentang
hubungan perawat dengan teman sejawat. Pokok etik tersebut berbunyi “
Perawat bertindak melindungi klien dan tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal ”.
Selain itu dalam prakteknya, seorang tenaga kesehatan khususnya perawat
juga harus tetap menghargai kehidupan manusia sebagai individu yang
unik, serata harus dihargai sebagai seorang manusia. Jika dalam praktek
transplantasi organ, sumber organnya didapat dari seseorang secara paksa
seperti dalam penculikan, tentu saja hal tersebut tidak sesuai dengan
kode etik keperawatan pokok etik 1 alinea 2. Selain pokok etik 1 dan 4
ada juga pokok etik lain yang harus klita perhatikan. Yaitu pokok etik 2
alinea 2 yang menjelaskan bahwa seorang perawat harus memelihara mutu
pelayanan yang tinggi serta kejujuran. Dalam praktek professionalnya,
tentu saja seorang perawat dilarang untuk berbohong. Apalagi mengenai
kondisi pasien. Dalam penerapannya di kasus transplantasi organ, seorang
tenaga kesehatan khususnya perawat, harus berkata yang sebenarnya,
tentu saja menggunakan etiket-etiket yang berlaku.
Perawat dalam menjalankan profesinya juga diwajibkan untuk tetap mengingat tentang prinsip-prinsip etik, antara lain :
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya. Jika dikaitkan dengan kasus transplantasi organ maka hal yang
menjadi pertimbangan adalah seseorang melakukan transplantasi tersebut
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan tentu saja pasien diyakinkan
bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang telah
dipertimbangkan secara matang.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience
berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kasus
transplantasi organ yang didasari dengan prinsip untuk berbuat baik,
tentu saja tidak melanggar prinsip ini.
c. Keadilan (Justice)
Dalam
praktek transplantasi tentu saja prinsip ini harus diperhatikan karena
keadilan harus diperoleh oleh kedua pihak yang mendonor dan pihak yang
menerima donor. Kasus kategori pertama tentu saja melanggar prinsip ini,
karena oknum-oknum yang melakukan tentu saja sama sekali tidak
memperhatikan keadilan bagi para korban penculikan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip
ini berarti dalam pelaksanaan transplantasi organ, harus diupayakan
semaksimal mungkin bahwa praktek yang dilaksanakan tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
dari
prinsip ini, seorang dokter harus menyampaikan kondisi yang ebenarnya
bagi pihak pendonor dan resipien. Hal sedetail apapun dalam proses
transplantasi organ harus disampaikan agar tidak terjadi kesalahan dalam
proses yang akan dilakukan.
Dari
prinsip-prinsip diatas berarti harus diperhatikan benar bahwa dalam
memutuskan untuk melakukan transplantasi organ harus disertai
pertimbangan yang matang dan tidak ada paksaan dari pihak manapun, adil
bagi pihak pendonor maupun resipien, tidak meruguikan pihak manapun
serta berorientasi pada kemanusiaan.
Selain
itu dalam praktek transplantasi organ juga tidak boleh melanggar
nilai-nilai dalam praktek perawat professional. Sebagai contoh nilai
tersebut adalah, keyakinan bahwa setiap individu adalah mulia dan
berharga. Jika seorang perawat menjunjung tinggi nilai tersebut dalam
prakteknya, niscaya seorang perawat tidak akan begitu mudah membantu
melaksanakan praktek transplantasi organ hanya dengan motivasi
komersiil.
Transplantasi
menurut norma masyarakat terkait dengan beberapa pihak, antara lain,
donor, resipien, dokter dan tenaga ahli, keluarga dan masyarakat. Dalam
suatu kasus pelaksanaan tranplantasi tentu saja, semua pihak-pihak
terkait harus mengerti bagaimana prosedur yang akan dilaksanakan dan
resikoresiko yang mungkin terjadi. Secara tidak sengaja masyarakat turut
menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan
para cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk
mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ
yang segera diperlukan, atas tujuan luhur akan terpenuhi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa transplantasi adalah suatu rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik
atau mengalami suatu kerusakan. Transplantasi dapat diklasifikasikan
dalam beberapa faktor, seperti ditinjau dari sudut si penerima atau
resipien organ dan penyumbang organ itu sendiri. Jika dilihat dari si
penerima organ meliputi autotransplantasi, homotransplantasi,
heterotransplantasi, autograft, allograft, isograft, xenograft dan
xenotransplantation, transplantasi split serta transplantasi domino.
Sedangkan dilihat dari sudut penyumbang meliputi transplantasi dengan
donor hidup dan donor mati (jenazah). Banyak sekali faktor yang menyebabkan sesorang melakukan transplantasi organ. Antara
lain untuk kesembuhan dari suatu penyakit (misalnya kebutaan, rusaknya
jantung dan ginjal), Pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau
sel yang telah rusak atau mengalami kelainan, tapi sama sekali tidak
terjadi kesakitan biologis (contoh: bibir sumbing).
Dalam
agama Kristen, katolik, hindu, dan budha transplantasi boleh dilakukan
dengan alasan medis dan asalkan dengan niat tulus dan tujuannya untuk
kebaikan menolong nyawa seseorang tanpa membahayakan nyawa si pendonor
organ tersebut. Sedangkan dalam agama islam untuk melakukan
transplantasi organ harus dilihat terlebih dahulu dari mana organ yang
akan ditransplantasikan tersebut berasal atau dilihat dari sumber organ.
Dalam hukum, transplantasi tidak dilarang jika dalam keadaan darurat
dan ada alasan medis, tidak dilakukan secara ilega, dilakukan oleh
profesinal dan dilakukan secara sadar. Dari segi etika keperawatan
asalkan tidak melanggar prinsip-prinsip etik seperti otonomi (Autonomy), Tidak merugikan (Nonmaleficience), Berbuat baik (Beneficience), Keadilan (Justice), Kejujuran (Veracity) dan Menepati janji (Fidelity) transplantasi organ diperbolehkan. Dari
segi masyarakat, selama transplantasi dilakukan atas dasar medis dan
mendapat persetujuan dari anggota keluarga maka diperbolehkan. Namun
disisi lain transplantasi organ di kalangan masyarakat belum begitu
dipahami secara menyeluruh sehingga masih menimbulkan beberapa
pertanyaan tentang transplantasi.
B. Saran
Saran yang ingin disampaikan bagi pembaca adalah jika ingin melakukan transplantasi organ, pahami betul dari mana organ terseebut berasal. Dari donor hidup ataukah dari seseorang yang sudah meninggal. Usahakan untuk mencari upaya penyembuhan lain sebelum memilih transplantasi organ sebagai alternatif pengobatan.
Untuk penulis, saran yang ingin disampaikan adalah, lakukan penulisan dengan objektif dan gunakan bebagai macam referensi yang ada agar tulisan benar-benar terbukti validitasnya.
http://diansildjian.blogspot.com/2011/05/makalah-transplantasi-organ.html
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1959023-aspek-legal-etik
http://www.scribd.com/doc/29336140/ETIKA-KEPERAWATAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar